Kebijakan Official Development Assistance (ODA) Jepang bagi Pembangunan Ekonomi di ASEAN

Pasca Perang Dunia II, setelah mengalami kekalahan, Jepang diharuskan menerimakonsekuensi sebagai sebuah negara yang bertanggung jawab atas kerugian akibat perang. Oleh karenanya, Jepang menjadi salah satu negara yang diharuskan ikut menanggung beban biayakerusakan yang terdapat di berbagai negara, terutama Asia yang menjadi medan perang. Official Development Assistance (ODA) merupakan sebuah kebijakan ekonomi luar negeri Jepangsebagai arah untuk menjalankan hubungan internasionalnya yang bertujuan mendorong kerjasama pembangunan untuk mendukung pembangunan sosial serta ekonomi negara berkembang(Seniwati, 2021). ODA telah memberikan bantuan ke berbagai negara, bantuan yang diberikanberupa bantuan pinjaman serta bantuan luar negeri tanpa kompensasi sejak era 1960-an. BagiODA Jepang, ASEAN disebut sebagai partner utama dan hal tersebut telah tercantum dalamJapan’s ODA Charter bagian ketiga yang membahas prioritas bantuan ODA Jepang.  Bantuantanpa ganti rugi atau kompensasi yang ada diberikan untuk human security, bantuan budaya, serta bencana. Sedangkan bantuan pinjaman diberikan hanya untuk pembangunan infrastruktur. ODA Jepang dijalankan melalui dua cara, bilateral dan multilateral. Negara-negara di kawasanASEAN telah menjadi negara penerima ODA Jepang sejak pertengahan awal tahun 1960-an, bantuan disalurkan secara bilateral. Pada saat berlangsungnya KTT ASEAN dengan Jepang yang pertama, Perdana Menteri Fukuda juga memberikan bantuan keuangan untuk negara-negara

Upaya Jepang dalam mengatasi pengaruh Aging Society di bidang Ekonomi melalui Womenomics

Dewasa ini, perubahan demografi atau kependudukan menjadi salah satu permasalahan yang banyak terjadi di beberapa negara di dunia. Permasalahan demografi ini bukan lagi hanya permasalahan domestik suatu negara saja, namun telah menjadi permasalahan dunia internasional. Perubahan demografi dapat berupa pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat secara cepat (over population), penurunan jumlah penduduk (declining population) maupun penuaan populasi (aging population). Perubahan ini pun mempengaruhi berbagai sektor kehidupan seperti dalam bidang ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan, kesehatan, dan lain sebagainya.   Saat ini banyak negara maju sedang mengalami masalah populasi, dimana tingkat populasi pada negara-negara maju sedang menghadapi penurunan, hal ini disebabkan salah satunya karena rendahnya minat para generasi muda untuk memiliki keluarga sehingga berdampak kepada rendahnya angka kelahiran. Bersamaan dengan rendahnya kelahiran, jumlah penduduk yang mulai memasuki usia tua pun meningkat dengan pesat sehingga ketimpangan populasi pun terjadi, fenomena ini biasa dikenal dengan nama aging population. Jepang merupakan negara maju yang sedang mengalami masalah tersebut, masalah ini tentunya menjadi hal yang serius karena dapat berdampak buruk salah satunya terhadap kondisi ekonomi khususnya dalam sektor ketenagakerjaan. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah Jepang berupaya menerapkan beberapa kebijakan untuk mengatasinya. Penurunan jumlah penduduk yang terjadi secara langsung akan melemahkan daya saing Jepang dalam ekonomi global di masa depan. Saat ini, Jepang tetap berada di dalam angkatan kerja yang lebih lama dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya.   Selanjutnya, Menurut laporan yang dikeluarkan oleh World Bank (2019), Jepang juga telah mengalami peningkatan dependency ratio. Dependency ratio merupakan rasio yang memperlihatkan adanya ketergantungan masyarakat yang tidak produktif kepada masyarakat yang produktif. Pada tahun 2010 hingga 2015 dependency ratio Jepang berjumlah 55.892 menjadi 63.958, untuk old dependency ratio berjumlah 35.073 menjadi 42.661, sedangkan untuk young dependency ratio berjumlah 20.819 menjadi 21.297 (World

1 2 3 21