Respon Pemerintah Jepang terhadap Sengketa Pulau Senkaku dengan China

Sengketa wilayah merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di beberapa negara di dunia. Seperti halnya sengketa wilayah antara Jepang dengan China. Kedua negara tersebut sudah sejak lama memperebutkan kepemilikan atas pulau yang terletak di Laut China Timur, yaitu Kepulauan Senkaku yang digadang-gadang memiliki cadangan minyak serta gas yang cukup besar di kawasan Asia.

Sengketa yang terjadi antara dua negara yang memiliki kekuatan ekonomi besar di Asia, Jepang dan China sudah terjadi sejak pasca Perang Dunia ke-II. Baik Jepang dengan China sama-sama saling memperebutkan kepemilikan kepulauan seluas 7 km2 tersebut. Sebagian besar kepulauan Senkaku ini tidak berpenghuni, namun kepulauan ini memiliki nilai yang strategis karena berada di jalur pelayaran yang sibuk, kemudian kepulauan Senkaku juga memiliki populasi ikan yang besar, serta diduga mmeiliki deposit minyak yang berlimpah. Sebenarnya kedua negara sudah lama saling mengklaim kepemilikan atas pulau tersebut, namun pada 14 Januari 1895 setelah Jepang melakukan survey selama sepuluh tahun yang kemudian menyatakan bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni. Jepang pada akhirnya mulai mendirikan batas kedaulatan yang secara resmi dengan memasukkan kepulauan Senkaku sebagai salah satu kawasannya. Kepulauan Senkaku kemudian ditetapkan sebagai bagian dari kepulauan Nansei Shoto atau yang dikenal sebagai kepulauan Ryukyu, yang sekarang disebut dengan kepulauan Okinawa. Setelah perang China-Jepang, Taiwan diserahkan kepada Jepang yang kemudian berdasarkan hal tersebutlah menjadi titik awal kepemilikan Jepang atas kepulauan Senkaku.

Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, berdasarkan Traktat San Fansisco tahun 1951, Jepang akhirnya melepas klaim-klaim atas sejumlah pulau dan kepulauannya, termasuk Taiwan yang dikembalikan kepada China. China beranggapan bahwa kepulauan Senkaku, sebagai bagian dari Provinsi Taiwan semestinya juga ikut dikembalikan, namun Jepang menyanggah klaim tersebut dengan beranggapan bahwa kepulauan tersebut merupakan bagian dari Nansei Shoto, bukan bagian dari Taiwan. Berdasarkan perjanjian tersebut, kepulauan Senkaku tidak menjadi bagian wilayah seperti apa yang sudah Jepang tetapkan, namun kepulauan tersebut hanya di bawah wilayah administratif Pulau Nanse di Jepang. Selanjutnya, pada tahun 1972 dibentuknya Okinawa Reversion Agreement yang mana di dalamnya kembali menegaskan bahwa kepulauan Senkaku sudah menjadi wilayah administratif Jepang dan termasuk ke dalam wilayah teritorial Jepang menurut Hukum Internasional, pemerintah Jepang juga diharapkan lebih memperhatikan kegiatan apa saja yang terdapat di kepulauan Senkaku dan menempatkan petugas keamanan di kepulauan tersebut.

Pihak Jepang beranggapan, bahwa China serta Taiwan baru mulai mengajukan klaim atas kepulauan tersebut sejak tahun 1970-an, yang mana saat itu isu-isu mengenai sumber daya minyak mulai banyak diperbincangkan. Sebelumnya, di tahun 1968, terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Economic Comission for Asia and the Far East (ECAFE) yang menyatakan bahwa ada potensi besar cadangan minyak di Laut China Selatan. ECAFE juga kembali menyatakan bahwa ada seluas 200.000 km daerah yang memiliki potensi minyak dan gas di dunia dan kemungkinan besar daerah tersebut berada di antara landasan kontinental Taiwan dan Jepang (Prasetyo & Prakoso, 2015).

China semakin melakukan klaim atas kepulauan tersebut setelah adanya penemuan sumber daya yang melimpah, bahkan China sampai menetapkan kepulauan Senkaku sebagai daerah teritorialnya secara resmi pada peta nasional negara mereka. Terdapat dua perbandingan peta nasional China, yaitu The Republic China New Atlas yang telah dipublikasikan pada tahun 1933, dan juga World Atlas yang dipublikasikan pada tahun 1958 di China (Tatsumi, 2013). Di kedua peta yang dipublikasi secara resmi tersebut, kepulauan Senkaku sebenarnya tidak termasuk ke dalam wilayah administrasi China. Peta tersebut malah mencantumkan dengan sangat jelas bahwa nama kepulauan tersebut adalah Kepulauan Senkaku dan bukan kepulauan Diaoyu yang berarti China selama ini telah mengakui kepulauan ini sebagai milik Jepang.

Sengketa klaim kepulauan Senkaku antara dua negara ini terus terjadi hingga membuat ketegangan dan menimbulkan banyaknya kerusuhan di banyak pihak. Tindakan pemerintah Jepang untuk memutuskan membeli dan mengalihkan kepemilikan kepulauan Senkaku ke dalam negaranya, membuat situasi semakin memanas. China merespon tindakan Jepang tersebut dengan mengirimkan beberapa kapal patroli ke wilayah kepulauan Senkaku sebagai salah satu bentuk tindakan tegas China atas kedaulatan negara. Dari respon China tersebut membuat hubungan kedua negara semakin tegang, sampai akhirnya Perdana Menteri Jepang membentuk satuan tegas guna menangani masalah tersebut, dan juga memanggil duta besar China guna menyampaikan protes mereka.

Bagi Jepang, mempertahankan kepulauan Senkaku merupakan bagian dari mempertahankan kepentingan nasional negaranya. Adanya klaim dari China serta beberapa usaha China dalam mengasai perairan sekitar kepulauan Senkaku semakin memicu kemarahan dari pihak Jepang. Demi mempertahankan kepentingan nasionalnya, Jepang berusaha agar China tidak akan pernah berhasil dalam menguasai kepulauan Senkaku, sehingga nantinya SDA yang ada di kepulauan tersebut dikuasai oleh Jepang. Jepang tentu saja melakukan sikap yang tegas terhadap China. Sejak kekalahan Jepang pada PD II, sayangnya Jepang harus menerima beberapa sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat, termasuk membatasi Jepang dalam mengembangkan militer negaranya yang mana Jepang hanya diperbolehkan memiliki Self-Defense Force (SDF). Dari sanksi yang dilayangkan oleh AS kepada Jepang membuat terbatasnya SDM maupun peralatan militer Jepang, bahkan ruang gerak militer mereka pun terbatas.

Dengan adanya sengketa kepulauan Senkaku dengan China, Pemerintah Jepang sadar akan bahaya yang dimiliki negaranya terkait dengan keamanan nasional yang mengancam keutuhan bangsa. Adanya ancaman dari China serta Korea Utara, tentunya mengharuskan Jepang untuk mulai sigap dengan pasukan militernya. Respon Pemerintah Jepang dari adanya setiap ancaman militer terhadap negaranya adalah dengan merombak Nation Defense Program Guidelines (NDPG) yang dikeluarkan pada 17 Desember 2010, yang lebih dikenal sebagai NDPG 2010 (Liff, 2010). NDPG sebenarnya hanya berfokus kepada pertahanan militer dalam negeri saja, namun karena kesadaran pemerintah Jepang atas adanya ancaman yang datang dari luar, maka pada tahun 2010 NDPG resmi dirombak. Perombakkan NDPG baru ini menyatakan bahwa Jepang harus berkontribusi secara proaktif untuk perdamaian, menempatkan misi internasional SDF di pusat kebijakan keamanan nasional, menggabungkan angkatan pertahanan, baik dari martimim atau udara. NDPG baru juga memberikan strategi pertahanan bagi Jepang serta kebijakan untuk mengimplementasikannya. Dengan adanya NDPG yang baru ini menyatakan Jepang mulai terlibat aktif dalam upaya internasional untuk perdamaian dan stabilitas dunia.

Referensi:

Adnyana, K., Mangku, D., Windari, R. (2018).  Penyelesaian Sengketa Kepulauan Senkaku Antara China dan Jepang dalam Perspektif Hukum Internasional. E-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, 1(1), 100-109 https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/download/28669/16178

Liff, A. P. (2010, 22 Desember). Japan’s 2010 National Defense Program Guideliness – Reading the Tea Leaves. East-West Center. https://www.eastwestcenter.org/system/tdf/private/apb089_1.pdf?file=1&type=node&id=32469

Roza, R. (2012). Sengketa Kepemilikan Kepulauan Senkaku/Diaoyu dan Stabilitas Kawasan. Berkas DPR, 4(18), 5-8. https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IV-18-II-P3DI-September-2012-75.pdf

Tatsumi, Y. (2013, 14 Agustus). Senkaku Islands/East Chine Sea Disputes-A Japanese Perspective. Stimson. https://www.stimson.org/2013/senkaku-islandseast-china-sea-disputes-japanese-perspective/

Sa’Adillah, M. (2013). Sengketa Kepulauan Senkaku Antara China Dan Jepang di Laut China Timur Ditinjau Dari Hukum Internasional. [Skripsi]. Repositori Universitas Sumatera Utara. https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18736/090200102.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Author:

One thought on “Respon Pemerintah Jepang terhadap Sengketa Pulau Senkaku dengan China

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *