Wilayah yang biasanya meliputi daratan, lautan dan juga udara ini merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah negara. hukum internasional mengatakan bahwa kedaulatan paling penting dan tinggi adalah kekuasaan tertinggi sebuah negara itu dibatasi oleh batas wilayah negara tersebut. Maka dari itu dapat diartikan bahwa kekuasaan sebuah negara hanya bisa berlaku di wilayah kekuasaan negara tersebut saja. Maka dari itu, kejelasan batas wilayah satu negara dengan negara lain merupakan hal yang sangat penting dan merupakan hal yang sangat sensitif bagi seluruh negara (Kusumaatjaya & Agoes, 2003). Oleh sebab itu, terkadang terjadi konflik atau masalah antar-negara yang mengalami perebutan wilayah ini. Sepenting itulah masalah kekuasaan wilayah bagi suatu negara.
Banyak negara yang mengalami kesalahpahaman mengenai batas-batas antar-negara, terutama negara yang berdekatan satu sama lain, salah satunya seperti kesalahpahaman atau masalah sengketa perbatasan wilayah. Sengketa merupakan konflik atau permasalahan yang terus berlanjut dan belum ada penyelesaiannya. Negara yang mengalami sengketa dalah satunya adalah kedua negara bagian Asia Timur, yaitu negara Jepang dan Korea Selatan. Sengketa atau perebutan wilayah yang terjadi di pulau Dokdo (sebutan dari Korea Selatan) atau pulau Takeshima (sebutan dari Jepang) ini sudah berlangsung sangat lama. Kasus sengketa ini muncul sejak akhir dari perang dunia ke-II. Pulau Dokdo atau Takeshima ini merupakan pulau karang yang berada 134 mil laut Korea Selatan dan 138 mil dari laut Jepang. Jika dilihat berdasarkan kedekatan pulau terluar ke pulau Dokdo atau Takeshima ini, memang pulau ini lebih dekat dengan wilayah Korea Selatan. Tetapi Jepang mengklaim dalam perjanjian San Fransisco pada tahun 1951 bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari kedaulatan Jepang. Dalam pasal perjanjian yang dilaksanakan pada tahun 1951 silam ini mengatakan bahwa Jepang tidak memasukkan pulau Dokdo atau Takeshima dalam daftar pulau yang akan dikembalikan oleh Jepang kepada Korea Selatan, tetapi Jepang hanya mengakui kemerdekaan Korea Selatan saja dan tidak ada keharusan bagi Jepang untuk mengembalikan pulau Takeshima, karena pulau tersebut merupakan pulau tidak berpenghuni yang bisa dimiliki oleh Jepang (Choe, 1997).
Dilansir dari klaim Jepang atas kepemilikan pulau Takeshima atau Dokdo ini mendapatkan tentangan dari pihak Korea Selatan. Pihak Korea Selatan mengkalim bahwa pulau Dokdo merupakan pulau yang sudah menjadi daaerah kedaulatan Korea Selatan semenjak masa dinasti Shilla tahun 512 SM. Tak sampai disitu saja, pada tahun 1952 tanggal 18 Januari pemerintah Korea Selatan merilis garis imajiner atau rhee line untuk menegaskan bahwa pulau Dokdo ini merupakan bagian dari kedaulatan Korea Selatan. Selain itu, jika dilihat secara geografis, pulau Dokdo atau Takeshima ini lebih dekat posisinya dengan pulau Ullengdo milik Korea Selatan, jika dibandingkqn dengan pulau terluar Jepang, yaitu pulau Oki. Fakta ini semakin menambah kuatnya klaim kepemilikan Korea Selatan terhadap pulau Dokdo atau Takeshima.
Upaya kedua negara untuk mengklaim pulau karang Dokdo atau Takeshima ini terus berlanjut. Kedua negara juga berupaya melakukan pertemuan dan mendiskusikan masalah sengketa wilayah yang terjadi diantara kedua negara tersebut. Namun hingga kini masih belum mencapai kesepakatan atau bahkan belum menemui bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah sengketa wilayah kedua negara inj. Karena setiap pertemuan antar-kedua negara selalu berakhir dengan tidak adanya keputusan yang jelas untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kedua negara tidak ada yang mau mengalah dan tetap mempertahankan pulau karang ini. Sebenarnya memang jika dilihat perebutan wilayah atau sengketa wilayah yang terjadi diantara kedua negara ini hanya berdasarkan pride atau harga diri kedua negara saja, karena pulau Dokdo atau Takeshima ini bisa dibilang merupakan pulau yang tidak terlalu menguntungkan atau memiliki keuntungan dalam nilai ekonomi. Karena pulau Dokdo atau Takeshima merupakan pulau yang hanya dipenuhi dengan karang, yang mana tidak bisa ditinggali dan dijadikan objek yang menguntungkan bagi aspek ekonomi negara. disini terlihat jelas bahwa apa yang diperebutkan oleh kedua negara ini hanyalah harga diri mereka.
Maka dari itu penyelesaian akan konflik sengketa wilayah yang menyangkut kedua negara ini sulit untuk diselesaikan. Karena kedua negara tidak akan ada yang menyerah. Seperti Jepang bahwa secara existent pulau Dokdo atau Takeshima merupakan masuk kedalam wilayah Korea Selatan, Jepang tidak langsung mengiyakan dan setuju akan fakta tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa hubungan antara kedua negara ini memang memiliki banyak masalah, seperti masalah comfort women dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan Jepang pada masa penjajahan dahulu kala terhadap Korea Selatan. Adanya faktor-faktor tersebut yang semakin memperkeruh keadaan dan semakin sulitnya sengketa kedua negara ini diselesaikan
Referensi
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E, R. (2015.). Pengantar Hukum Internasional. PT Alumni & Pusat Studi Wawasan Nusantara.
Cho’e, Y. (2015). Japan’s 1905 Incorporation of Dokdo/Takeshima: A Historical Perspective. The Asia Pacific Journal, 13(2), 1–27. https://apjjf.org/2015/13/8/Yong-ho-Choe/4290.html
