Peristiwa bangkitnya kekuatan ekonomi dan militer dari China, India, Korea Utara, negara-negara di ASEAN dan negara lainnya di Asia dapat memiliki beberapa efek pada perdamaian regional ataupun keamanan global. Kawasan Asia yang sedang berkembang pada saat ini hampir tidak berada diambang konflik militer yang baru, namun di saat yang sama kawasan tersebut belum membangun infrastruktur regional yang akan mendukung perdamaian dalam beberapa dekade mendatang (Kahler, 2013). Dengan adanya konflik, pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kapabilitas militer dalam kawasan, Jepang sebagai salah satu negara yang maju di kawasan serta negara andalan bagi negeri polisi dunia yaitu Amerika Serikat tentu khawatir dengan situasi yang sedang terjadi terlebih faktanya bahwa Jepang masih tetap bergantung terhadap Amerika Serikat dalam hal militer.
Dalam sejarahnya, Jepang merupakan negara yang kuat dalam sektor militer. Jepang sempat menjadi negara penjajah di beberapa negara Asia serta menjadi aktor utama dalam Perang Dunia II. Lalu pada tahun 1946, setelah negaranya kalah dari sekutu, pemerintah Jepang menciptakan pasal 9 yang bisa disebut dengan “peace clause” dan pasal tersebut telah menjadi posisi yang sentral dalam menentukan arah kebijakan keamanan Jepang. Adapun pasal 9 berbunyi sebagai berikut (Hughes, 2006):
“Aspiring sincerely to an international peace basen on justice and order, the Japanese people renounce was as a sovereign right of the nation and the threat or use of force as means of settling international disputes; In order to accomplish the aim of the preceding paragraph, land, sea and air force, as well as other war potential, will never be maintained. The right of belligerency of the state will not be recognized”
Pasal tersebut semenjak lama telah menjadi medan pertempuran antara para pembuat kebijakan baik di dalam ataupun di luar Jepang, yang ingin mendorong Jepang ke arah peran militer internasional bersifat proaktif atau “normal” serta bagi mereka yang menentangnya dan khawatir akan kembalinya militerisme. Rancangan asli dari pasal 9 dibuat oleh panglima tertinggi sekutu pada waktu itu bertujuan untuk melarang Jepang agar tidak hanya terlibat dalam perang ofensif, namun juga penggunaan kekuatan untuk mempertahankan kepentingan nasional dan mempertahankan segala bentuk militerisasi. Namun, draft terakhir dari rancangan tersebut membuka kemungkinan persenjataan sederhana bagi Jepang untuk tetap menjaga keamanannya sendiri (Hughes, 2006).
Kebijakan pasifisme tersebut bisa dilihat dari tidak adanya Departemen Pertahanan di dalam struktur pemerintahan Jepang, namun hanya lembaga yaitu
Badan Pertahanan Jepang (Japan Defense Agency) yang masih di dalam naungan struktur kantor Perdana Menteri. Lalu di tahun 2007, lembaga tersebut status nya meningkat menjadi Departemen Pertahanan (Japan Ministry of Defense). Perubahan tersebut membuktikan bahwa Jepang memiliki keinginan untuk lebih asertif dalam sektor keamanan. Tidak hanya itu, Jepang juga melakukan beberapa langkah dalam modernisasi persenjataan dengan Amerika Serikat. Negeri bunga sakura itu sendiri beranggapan bahwa amandemen konstitusi adalah hal yang penting untuk modernisasi persenjataan serta menyusun kebijakan keamanan yang lebih bersifat asertif, karena selama ini kebijakan keamanan negara Jepang selalu bergantung terhadap upaya interpretasi pasal 9 (Andhika, 2013)
Publik Jepang juga khawatir dengan situasi yang ada di dalam kawasan, terutama yang berasal dari negara-negara sekitar seperti China dan Korea Utara. Dukungan agar perubahan kebijakan pertahanan yang lebih kuat juga meningkat, terlebih sempat adanya demonstrasi anti Jepang di China dan Korea pada awal tahun 2000-an. Politisi Jepang juga mempunyai reaksi yang tegas terhadap perubahan global terutama di kawasan seperti ancaman terorisme, isu penyelundupan manusia dan narkoba, konflik antar etnis dan lainnya (Sasada, 2006). Pada tahun 2017, Perdana Menteri Jepang yaitu Shinzo Abe ingin melihat perubahan atas konstitusi Jepang pascaperang yang pasifis atau antiperang di tahun 2020.
Perdana Menteri Shinzo Abe dilansir dari BBC.com membantah adanya rencana dalam merevisi pasal 9. Pemerintah Jepang menyatakan bahwa pasal tersebut tidak menghentikan negaranya untuk mempunyai kemampuan untuk mempertahankan dirinya kekuatan militer (“PM Jepang inginkan perubahan konstitusi antiperang”, 2017). Lalu pada tahun 2020, sebelum Shinzo Abe mengundurkan diri, ia akhirnya mengubah kebijakan militer Jepang di mana Pasukan Pertahanan Diri Jepang diarahkan untuk menghentikan penyerang di udara dan laut. Bisa terlihat bahwa kebijakan dari mantan Perdana Menteri Jepang tersebut merupakan salah satu perubahan yang signifikan di dalam sikap militer Jepang sejak akhir Perang Dunia II, serta dorongan dalam membangun militer yang lebih kuat dan kepedulian Tokyo terhadap situasi di kawasan.
Dengan munculnya negara-negara adidaya baru di Asia menimbulkan sebuah dilema keamanan global. Negara-negara maju dan berkembang di Asia mungkin telah menunjukan ketertarikan dalam mendirikan serta memperluas lembaga-lembaga regional sebagai lembaga kerja sama dan wadah dalam penyelesaian konflik, namun lembaga-lembaga tersebut masih menggunakan model yang cenderung belum efektif dalam mengurangi kemampuan untuk menahan konflik (Kahler, 2013). Sebagian besar pemerintah negara-negara di Asia menerima lembaga global, aliansi bilateral dan terutama lembaga nasional sebagai jaminan utama terhadap ancaman keaman. Melihat situasi yang sedang bergejolak di Asia
serta di dalam global, Jepang butuh suatu dorongan dalam melndungi diri mereka. Salah satunya dengan melakukan perubahan dalam konstitusi anti perang mereka yang dianggap pasif dan mengambil keputusan serta gerakan yang proaktif dalam keamanan nasional, regional dan global
Referensi:
Andhika, W. 2013. Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang: Mungkinkah Berhasil Dilakukan?. Jurnal Hubungan Internasional, 2(1). 1-6. https://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/296/345
Hughes, C.W. 2006. Why Japan Could Revise Its Constitution and What It Would Mean for Japanese Security Policy. Orbis, 50(4).725-744. https://doi.org/10.1016/j.orbis.2006.07.011
Kahler, M. (2013). The Rise of Emerging Asia: Regional Peace and Global Security (Peterson Institute for International Economics Working Paper No. 13-4). https://ssrn.com/abstract=2263464
PM Jepang inginkan perubahan konstitusi antiperang. (2017, 4 Mei). BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-39792431
Sasada, H. (2006). Youth and Nationalism in Japan. The SAIS Review of International Affairs, 26(2), 109–122. https://www.jstor.org/stable/26999324
Bagus sekali 👍
Wah artikelnya memberikan wawasan mengenai artikel 9 Jepang good job sukses selalu & semangat author✨👍🏼
artikernya sangat membantu dan informatif, thanks author🙏
Mantap artikelnya. Good job!
Terima kasih atas penulisan artikel ini. Jadi nostalgia materi dinamika kebijakan militer Jepang di semester lalu 😌
Artikelnya keren sekali!! Terimakasih author ✨✨ ditunggu artikel selanjutnya ya❤️
Menarik sekali artikelnya👍
Sangat informatif dan menarik! Good job👍